Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengakui reklame di Kota Bandung sudah mengkhawatirkan karena tak beraturan dan terlalu lama dibiarkan.
"Maraknya reklame tidak berizin dan tak beraturan sudah menjadi wajah Kota Bandung, sehingga harus ditertibkan jika Kota Bandung ingin berubah " ujar Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil, di Balai Kota, Bandung, Rabu (16/10).
Mulai minggu depan, Emil akan meningkatkan penertibkan reklame untuk menimbulkan efek jera kepada pengusaha. Menurut Emil, orang berani melakukan pelanggaran karena tidak ada tindakan tegas sehingga berbuat berulang dan diikuti pengusaha lain.
"Penertiban tak bisa sekaligus karena terbentur jumlah Satpol PP yang terbatas, tapi reklame liar sudah pasti dipangkas tidak dibiarkan seperti yang sudah-sudah," ujar Emil.
Selain menertibkan reklame, Emil juga akan melakukan moratorium (menghentikan) izin baru. "Jadi sekarang tidak ada lagi pengajuan izin reklame baru kecuali perpanjangan saja,"ujar Emil.
Emil mengatakan, pihaknya sudah meminta Kepala Dinas Pertamanan, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dan Kepala Bappeda untuk membuat masterplan reklame. Penertiban reklame, kata Emil, nantinya akan berpedoman kepada masterplan ini.
"Nanti akan ditentukan juga bentuk dan jenis reklame seperti apa. Diharapkan awal tahun depan masterplannya sudah ada," ujar Emil. Di tempat terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kota Bandung Eko Sesotyo mengatakan, moratorium reklame tidak akan menghambat pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Eko, kebijakan moratorium justru akan membantu diketahuinya potensi PAD yang ada.
"Pemkot tidak perlu khawatir adanya moratorium reklame akan menyebabkan kehilangan pendapatan karena masih banyak pendapatan dari sektor pajak penerangan jalan umum (PJU), hotel dan restoran yang lebih tinggi nominalnya," ujar Eko di Gedung DPRD, Rabu (16/10). Moratorium yang berlangsung sementara ini, dinilai akan memperjelas kawasan yang boleh dipasang reklame. Eko pun meminta ada satu dinas yang bertanggung jawab mendata dan menata reklame legal dan ilegal.
"Selama ini, potensi PAD reklame tidak terdeteksi, reklame marak tapi pendapatan minim karena banyak reklame tak berizin tak bayar pajak tapi dibiarkan," ujar Eko". Sumber:TribunNews